Senin, 15 Desember 2014

Sepatah Janji Chen Fu



Cerita Budi Pekerti

Sepatah Janji Chen Fu

Pada masa Dinasti Han, ada seorang wanita yang bermarga Chen (selanjutnya disebut Chen Fu), merupakan penduduk Kabupaten Huaiyang, Henan. Orangnya bijak, saat dia berusia 16 tahun, dia menikah dengan seorang pria yang merupakan putra berbakti, keluarganya miskin dan masih memiliki seorang ibunda. Chen Fu dan suaminya saling mengasihi dan menghormati, mereka bersama-sama berbakti pada ibunda, kehidupan keluarga mereka senantiasa diliputi kehangatan dan kegembiraan.

Namun tidak lama kemudian setelah pernikahan mereka, sebelum mereka dikaruniai buah hati, suaminya telah dipanggil untuk menjalani kewajiban militer. Sehari sebelum kepergiannya, sang suami amat mengkhawatirkan hari tua ibundanya, maka itu dia berpesan pada istrinya : “Hari ini saya harus menjalani kewajiban militer, mati atau hidup sulit diterka. Sejak kecil untunglah ada bunda yang mendidik dan membesarkan diriku, tetapi bunda hanya memiliki anak tunggal yakni diriku, tiada lagi abang ataupun adik yang dapat dijadikan sandaran. Andaikata saya tidak memiliki kesempatan untuk pulang kembali, apakah anda bersedia menjaga ibunda?”

Melihat wajah suaminya yang penuh mengharap dan sepasang matanya yang tidak tenteram, Chen Fu langsung menyetujuinya : “Baik!”, tanpa ragu menunjukkan ketetapan hatinya. Mendengar ucapan istrinya, sang suami menjadi amat terharu hingga mengalirkan airmata, segera menggenggam erat sepasang tangan istrinya.

Dengan adanya sang istri yang bersedia menjaga ibunda, telah melepaskan batu berat yang mengganjal di hati suaminya, sehingga sang suami dapat dengan hati yang tenang pergi menunaikan kewajiban militer. Sejak itu Chen Fu mengerahkan segenap kemampuan untuk meladeni mertuanya, sambil berharap semoga suaminya cepat pulang berkumpul kembali dengan keluarga.

Namun nasib manusia sulit diterka, Chen Fu yang siang malam menanti kepulangan sang suami akhirnya harus menerima kenyataan pahit, suaminya telah meninggal dunia. Mendengar kabar ini, betapa pedihnya hati Chen Fu dan mertuanya, ibunda telah kehilangan putra satu-satunya, sementara Chen Fu yang baru menikah harus kehilangan suaminya, dalam waktu singkat, keadaan keluarga bagaikan diselimuti awan duka yang kelam, sehingga setiap insan yang melihat kondisi ini akan menjadi sangat prihatin.

Meskipun hatinya pedih bagaikan tersayat pisau tajam, namun dia tidak pernah menyalahkan siapapun, dia tetap teringat pesan sang suami sebelum pergi buat selama-lamanya, apa yang telah dia janjikan pada suaminya, yakni menjaga mertuanya. Maka itu dia tidak boleh terlena dalam kesedihan, bagaimanapun dia harus berusaha bangkit karena masih ada seorang mertua yang harus dijaganya, selain itu dia harus mengurus rumah, dengan menenun dia memperoleh sedikit uang untuk menghidupi mertua. Siang malam Chen Fu membanting tulang, sama sekali tidak memiliki waktu untuk beristirahat, berharap agar kehidupan sang mertua akan lebih baik.

Bersamaan itu pula, sang mertua juga sangat menyayangi menantunya. Ketika melihat kenyataan bahwa putra satu-satunya telah meninggal dunia, kemudian menantunya lebih mencurahkan perhatian terhadap dirinya, mengkhawatirkan bila dirinya terlalu bersedih sehingga merusak kesehatannya, sang menantu yang senantiasa menjadi pelipur lara, memenuhi setiap keperluannya dengan baik. Sang mertua dapat merasakan hati bakti menantunya, maka itu meskipun telah kehilangan putranya, namun hatinya juga dapat merasa tenteram. Dia telah menganggap Chen Fu sebagai putri kandungnya, menjaga serta memberi perhatian padanya.  

Chen Fu menjalani masa perkabungan selama tiga tahun untuk suaminya, ketika masa perkabungan usai, mertuanya merasa prihatin melihat menantunya yang masih muda sudah harus menjanda, hatinya begitu tak ikhlas, maka itu dia menasehati menantunya supaya menikah lagi.

Tetapi Chen Fu malah menolaknya : “Ananda pernah mendengar bahwa dasar untuk menjadi manusia seutuhnya adalah dapat dipercaya, kebenaran sebagai aturan dalam bertindak. Sebelum berangkat menunaikan kewajiban militer, suamiku pernah berpesan agar saya dapat menjaga mertua hingga akhir hayatku, saya telah berjanji pada suamiku. Apalagi anda merupakan sanak keluargaku yang paling dekat, bagaimana boleh saya mengingkari janji dan mengabaikan kebenaran? Tidak mewujudkan pesan suami adalah mengingkari janji, mengkhianati suami adalah mengingkari kebenaran.

Ucapan Chen Fu mengakibatkan mertuanya merasa sangat terharu, menarik dan menggenggam erat tangannya sambil berkata : “Bunda benar-benar tak ikhlas kamu masih muda harus menjanda!”.

Sambil berlinangan airmata Chen Fu menjawab : “Ananda mengerti, namun sebagai manusia lebih baik mati demi membela kebenaran, namun tidak boleh hidup demi mendambakan keuntungan. Saya telah berjanji pada suamiku, mana boleh mengingkarinya dan menjadi orang yang tak bisa dipercaya, jika menjadi orang yang tidak bisa dipercaya, bagaimana bisa berdiri di atas muka bumi ini. Sebagai seorang menantu, menjaga mertua merupakan kewajiban dasarku, suamiku sungguh tak beruntung karena tidak berkesempatan lagi memenuhi tanggung jawabnya untuk berbakti, andaikata kini anda juga ingin mengusirku pergi, maka tidak ada yang dapat menjaga ibunda, maka ini telah mencerminkan diriku dan suamiku tidak berbakti, andaikata sebagai menantu, daku tidak berbakti, tidak bisa dipercaya, juga tidak benar, maka bukankah saya tidak memiliki muka lagi hidup di atas muka bumi ini?”.

Kemudian Chen Fu berniat bunuh diri, mertuanya melihat dirinya begitu teguh pendiriannya, maka dia menangis tersedu-sedu, sejak itu tidak berani mengungkit lagi tentang pernikahan.

Sejak itu Chen Fu lebih mencurahkan perhatian menjaga dan merawat mertuanya, bangun pagi dan tidur larut malam, siang malam tak pernah berhenti bekerja, kehidupan sedemikian dia jalani selama 28 tahun, hingga mertuanya meninggal dunia dalam usia 84 tahun.

Ketika mertuanya meninggal dunia, oleh karena keadaan rumah yang miskin, untuk mencari biaya pemakaman, Chen Fu terpaksa menjual rumah dan ladangnya, sehingga dapat memakamkan mertuanya dengan layak. Sementara dirinya juga menyembahyangi mertuanya hingga akhir hayatnya, memenuhi janjinya pada sang suami, juga memenuhi kewajibannya sebagai seorang menantu.

Ketika Bupati Huaiyang mengetahui hal ini, merasa amat terharu, lalu menulis laporan untuk disampaikan kepada Kaisar Han Wen-di, kaisar yang tersohor karena baktinya. Kaisar yang mengetahui bahwa Chen Fu memegang janjinya pada suaminya dan baktinya pada mertuanya, juga amat memujinya, sehingga menitahkan untuk menganugerahkan 20 kilogram emas sebagai penghargaan atas sikapnya yang dapat memegang janji dan baktinya.

Li Kun memberi komentar pada kisah ini, dia berkata, Chen Fu yang baru berusia 16 tahun, hanya mengucapkan sepatah janji akhirnya harus memenuhinya sepanjang hayatnya. Dia dapat memegang janjinya, meskipun harus menjalani hidup menderita, namun hatinya tetap teguh. Andaikata tidak ada Chen Fu, mungkin mertuanya sejak awal sulit untuk bertahan hidup.

Chen Fu yang telah memenuhi janjinya, menjaga dan merawat mertuanya, meskipun harus mati juga takkan mengingkari janji, patut kita puji dan salut padanya!      




陳婦一諾

漢朝時,有一位陳孝婦,是淮陽地方人,品行賢淑,在她十六歲時,便聽從父母之命出嫁了。

陳孝婦的丈夫,是一位孝順之人,家境貧寒,與母親相依為命,卻對母親十分孝敬。當陳孝婦嫁來後,夫婦二人不僅能恩愛互敬,還共同孝養母親,生活充滿了溫暖與和樂。

只是,婚後不多久,未等陳孝婦生育子女,丈夫便要應徵去從軍了。在臨行的前一天,丈夫不禁擔懮母親的晚年,於是對妻子嘆息說:「如今我要從軍去了,生死難料。自小,幸有母親把我養育長大,可母親只有我這一個兒子,沒有其他兄弟可以依靠。假若我回不來,你肯奉養我的母親嗎?」

陳孝婦看著丈夫那期盼卻又不安的眼神,馬上應諾一聲:「好!」沒有絲毫猶豫,神情堅定。丈夫聽後十分感動,不由流下眼淚,緊握妻子堅定的雙手。

母親有了妻子的照顧,丈夫心上的石頭也算落了地,便安心從軍去了。從此,陳孝婦盡心奉侍著婆婆,另一方面,也期盼著丈夫能早日回來,希望一家人可以再次團聚。

然而,天有不測風雲,陳孝婦盼著丈夫回來,卻得到了丈夫在外去世的消息。聽到這個消息時,婆婆與陳孝婦都不免悲痛萬分,母親失去了唯一的愛子,妻子失去了新婚不久的丈夫,一時間,整個家就像被烏雲籠罩了一樣,灰蒙蒙的,不由得都失聲痛哭起來,看了也不免令人心酸。

但陳孝婦悲痛之後,並沒有倒下,也沒有怨天尤人,她一直記得丈夫臨行前,對她最後的囑託,要照顧好婆婆。因此,她越加堅強起來,而且比以前更為勤勞,除了照顧婆婆,打理家事外,她還去紡紗織布,用此賺來的錢,奉養婆婆。日夜,陳孝婦都勤苦地勞作,一點兒不懈怠,希望婆婆能生活得好一些。

同時,婆婆也很愛護媳婦,當看到兒子死了以後,媳婦對自己更加體貼照顧,怕自己會傷心難過,還時常撫慰自己,生活也照顧得更為周到。婆婆感到媳婦的一片至誠孝心,因此雖然失去兒子,可心裡也有所安慰。對她,也像對待自己的親生女兒一樣關心照顧。

陳孝婦為丈夫守了三年喪,當喪期滿後,她的婆婆心疼她這麼年輕就要守寡,心中不忍,便想讓她改嫁。然而,陳孝婦卻堅決不肯答應,回答說:「媳婦聽說:信是為人的根本,義是行為的規則。夫君臨行前,諄諄交待媳婦終生照顧婆婆,我必堅定奉守丈夫的囑託。更何況您是我最親的人,我怎可以背信棄義離您而去呢?違背托付是失信,背叛亡夫更是忘義,媳婦怎能這樣做啊?」

陳孝婦的話,令婆婆萬分感動,一時老淚縱橫,拉著她的手激動的說道:「娘實在是不忍心看你這麼年輕就守寡啊!」

陳孝婦也哭著回答道:「媳婦聽說,做人寧可擔負義而死,不可貪戀利而生。答應夫君之事,怎麼可以不守信用,為人無信,怎能立足世間啊?我作為媳婦,奉侍公婆乃分內之事,夫君不幸先死,不得盡他為人子的責任,如今再叫我離開,沒有人奉養婆婆,那便顯明瞭夫君的不肖,也顯出我的不孝了啊,假使媳婦為人不孝不信又無義,那媳婦還有何顏面活在世間哪?」於是,陳孝婦就想自殺,婆婆見她如此堅定,也不由得痛哭起來,從此也不再叫她改嫁了。

而後,陳孝婦更是盡心竭力在家奉侍婆婆,早起晚睡,日日夜夜辛勤不斷,這樣奉侍了有二十八年,一直到老人家八十四歲,壽終正寢。在婆婆去世後,因為家中貧寒,陳孝婦為安葬婆婆,又將房產和田地都變賣了,給婆婆辦好喪事。自己也終身奉守祭祀,完成她對丈夫的承諾,也盡她為人媳的責任。

當淮陽太守得知此事後,非常受感動,便將她的孝行稟報京朝漢孝文帝。孝文帝聽到陳孝婦信守承諾,奉養婆婆的孝行後,也十分贊賞她,便下旨賜給她四十斤的黃金,並免除她終身的徭役,以彰顯她的信義與孝行。

呂坤在故事中評價說到,陳孝婦年僅十六歲,又沒有子息,受了丈夫的囑託奉養婆婆,臨別只一句承諾,她便終身奉守,不失信,又盡職,幾經艱苦,不二其心。如果沒有陳孝婦,恐怕她的婆婆,也難免為溝壑中的一堆枯骨了。

陳孝婦這信守諾言,奉侍婆婆,至死不渝的真誠信念,深值我們稱贊與敬佩!


Sabtu, 13 Desember 2014

Li Hang Tidak Menyanjung



Cerita Budi Pekerti

Li Hang Tidak Menyanjung


Pada masa Kaisar Song Zhen-zong berkuasa, ada seorang perdana menteri yang tersohor bernama Li Hang, ayah, kakek dan leluhurnya merupakan pejabat yang taat hukum. Keluarga Li turun temurun merupakan pejabat yang bersih dan memiliki tata krama keluarga yang diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. 

Sejak kecil Li Hang sudah suka belajar, cita-citanya diletakkan jauh ke depan, dengan standar moralitas yang dimiliki oleh para insan suci dan bijak, untuk mengukur diri sendiri. Ayahnya pernah berkata kepada orang lain : “Anak ini kelak pasti akan menjadi pilar bagi negara”. Ternyata benar, kelak Li Hang tidak mengecewakan harapan ayahnya, menjadi seorang perdana menteri yang tersohor pada masa itu.

Setelah mempelajari ajaran para insan suci dan bijak dan mendalaminya untuk jangka waktu yang lama, sehingga Li Hang tidak tampak seperti orang awam pada umumnya. Kaisar Song Tai-zong sangat mengkagumi Li Hang. Suatu hari ketika jamuan makan usai, kaisar mengantar Li Hang hingga bayanngannya menjauh, lalu memuji : “Li Hang memiliki sikap yang berwibawa, sungguh merupakan sosok yang mulia”.

Setelah Song Zhen-zong bertahta, Li Hang diangkat menjadi perdana menteri. Dia selalu memberi laporan secara langsung tentang bencana yang terjadi saat itu, baik badai, banjir, bencana kekeringan, maupun gejolak sosial dengan munculnya kelompok bandit. Kadang kala perasaan kaisar sedang riang gembira, tetapi setelah mendengar laporan ini, akhirnya tidak dapat menahan kesedihan. 

Maka itu, sebagian pejabat istana memberi saran kepada Li Hang : “Masalah-masalah serupa ini tidak perlu harus disampaikan kepada kaisar secara langsung”. Li Hang menjawab : “Andaikata paduka tidak mengetahui bagaimana penderitaan rakyatnya, bagaimana beliau dapat mendidik dan memerintah dunia?”. Setelah mendengar ucapan Li Hang, para pejabat terpaksa mengurungkan niatnya dan merasa salut pada Li Hang.

Kaisar Song Zhen-zong merupakan kaisar yang mau menerima nasehat dari para pejabat. Suatu kali, Zhen-zong bertanya pada Li Hang : “Apa yang merupakan hal yang paling penting dalam menata sebuah negara?” Li Hang menjawab : “Pertama adalah menggunakan insan yang bijak dan berbakat, karena dia memiliki bakat dan moralitas mendidik rakyat banyak. Jangan menggunakan orang yang sembrono dan tidak karuan, orang baru dan orang yang menyenangi aktivitas.

Li Hang beranggapan bahwa, orang yang tidak tenang, tergesa-gesa, saat membuat keputusan mungkin akan berpihak, maka itu tidak boleh digunakan; orang baru tidak berpengalaman, sehingga mudah melakukan kesalahan, maka itu jangan langsung memberinya tanggung jawab yang berat; insan yang menyenangi aktivitas, tidak dapat melakukan pekerjaannya dengan serius. 

Tiga jenis orang ini tidak boleh digunakan, ini merupakan syarat penting dalam menggunakan orang berbakat. Li Hang berpikir dengan teliti, bertindak dengan hati-hati, tak sia-sia memiliki bakat seorang perdana menteri.

Pada jaman dahulu kala, para pejabat diwajibkan untuk merekomendasikan insan yang berbakat kepada kaisar, maka itu sebagian besar para pejabat akan menyampaikan pesan rahasia kepada kaisar agar orang yang direkomendasikannya bisa terpilih.

Suatu kali ketika kaisar sedang berbincang dengan perdana menteri, beliau bertanya pada Li Hang : “Pejabat lain selalu menyampaikan pesan rahasia kepada beta, hanya anda satu-satunya yang tidak melakukan hal ini, mengapa demikian?”. Li Hang menjawab dengan penuh kerendahan hati : “Andaikata hamba ingin mengatakan sesuatu pada paduka, maka hal itu akan hamba lakukan secara terbuka di hadapan umum, buat apa dilakukan secara sembunyi-sembunyi? Lagipula sebuah pesan yang disampaikan secara rahasia kepada kaisar, kalau bukan mengadu pasti adalah kata-kata yang mengandung niat buruk, hal begini pasti takkan hamba lakukan.” 

Li Hang selalu berkata apa adanya, dalam menangani urusan negara selalu bijaksana dan teliti, disiplin dan bekerja menurut peraturan yang sudah ditetapkan, meskipun kedudukannya tinggi, tetapi dia tidak mengejar ketenaran, juga tidak mendambakan kekuasaan. Dia sangat menghormati peraturan yang berlaku di dalam istana, takkan menjalin hubungan yang bersifat pribadi, maka itu orang lain tidak berdaya untuk memikatnya atau mendekatinya.

Li Hang senantiasa mawas diri, ucapan dan perbuatannya selaras, usai bekerja langsung pulang ke rumah, saat beristirahat dia juga akan duduk dengan tegak, takkan bersandar pada kursi.

Sebagai seorang perdana menteri, setiap saat dan di setiap tempat harus memikirkan urusan negara, tidak memiliki waktu untuk mengurus keluarga atau kepentingan sendiri. Pagar taman bunga di depan ruang tamu rumahnya sudah rusak, istri Li Hang berpesan kepada seluruh anggota keluarga agar jangan memperbaikinya, dia ingin menguji bagaimana reaksi Li Hang.

Li Hang siang malam melewati tempat tersebut, lebih dari sebulan sudah berlalu, namun Li Hang sama sekali tidak pernah mengungkit hal tersebut. Sang istri tidak dapat menahan diri lagi, bertanya padanya apakah dia ada melihat pagar taman yang rusak, Li Hang menjawab : “Kenapa menggangguku dengan hal sepele?”

Rumah kediaman Li Hang sangat sempit, di hadapan ruang tamu hanya ada taman yang luasnya hanya bisa memuat seekor kuda saja. Ada orang yang menyarankan padanya agar membeli rumah yang lebih luas, dengan demikian barulah serasi dengan kedudukannya sebagai perdana menteri. Setelah mendengarnya, Li Hang tersenyum dan menjawab : “Rumah adalah benda yang akan diwariskan kepada anak cucu, meskipun rumah ini tampak kecil untuk seorang perdana menteri, tetapi sebagai pejabat kecil yang bersandar pada berkah leluhur, maka ini sudah cukup luas”. Dia tetap mendiami rumah tua tersebut, tidak membeli rumah baru.

Pada tahun pertama Kaisar Song Zhen-zong bertahta, bulan ketujuh, Li Hang mendadak jatuh sakit. Kaisar telah beberapa kali mengutus tabib istana untuk memeriksanya, keesokan harinya kaisar langsung berkunjung ke rumah Li Hang, melihat kondisi rumah Li Hang yang begitu bersahaja, kemudian kaisar menganugerahkan lima ribu tael perak kepada Li Hang dan langsung dikembalikan oleh Li Hang kepada kaisar. 

Hari berikutnya tersebar berita Li Hang meninggal dunia, kaisar segera mengunjunginya. Betapa sakitnya kehilangan seorang pejabat mulia, kaisar amat bersedih hati, dengan isak tangis dia berkata pada orang yang berada di sampingnya : “Li Hang merupakan pejabat yang sulit ditemukan, loyalitas dan kebajikannya murni dan tebal, selamanya tak berubah, siapa yang menduga dia tidak menikmati usia panjang”. Setelah menyelesaikan ucapannya, kaisar tidak mampu lagi menahan linangan airmatanya. 

Demi memperingati pengabdian Li Hang, kekaisaran menganugerahkan gelar kehormatan kepadanya. Sepanjang hidupnya Li Hang senantiasa lurus, menangani urusan secara terbuka dan terang-terangan, memperlakukan orang dengan loyalitas tinggi, sebagai pejabat yang bersih, memberikan apa yang terbaik buat negara, keindahan moralitasnya dapat menjadi teladan bagi generasi selanjutnya.                  




李沆不阿



宋真宗的時候,有個著名的宰相李沆,他的曾祖、祖父和父親,都是兢兢業業、奉公守法的官員。李家世代為官清廉,有良好的家風承傳。李沆從小非常好學,志向遠大,以聖賢的道德標準來要求自己。父親曾經對別人說:「這個孩子將來必定成為國家的棟梁。」知子莫若父,後來李沆果然沒有辜負父親的期望,成為一代名相。

腹有詩書氣自華,聖賢學問的長時薰修,使李沆氣宇不凡。宋太宗非常欣賞李沆。一次侍宴完畢,太宗目送李沆遠去的背影,贊嘆道:「李沆風度端正,神態莊重,真是有貴人的氣質啊。」

宋真宗即位之後,李沆被任命為宰相。他經常把當時天下發生的一些災禍,凡是水災、旱災或者有盜賊發生的災情,直接向皇上稟報。有時皇上本來心情愉悅,聽到這樣的消息,禁不住有些黯然神傷。所以,一些朝廷的大臣向李沆抗議:「這些小事沒有必要直接向皇上呈稟。」李沆卻說:「如果陛下不曉得天下百姓的疾苦,又如何能教化、治理天下呢?」大臣們聽後,不禁對李沆的高瞻遠矚感到佩服。

宋真宗一向禮賢下士,善於接受大臣的諫言。有一次,真宗問李沆:「治理天下之道,首先最重要的是什麼?」李沆回答:「首先應該儘量用賢達之人,因為他有才德在地方上教化百姓。不能用浮薄、新進、喜事之人。」李沆認為,心浮氣躁的人,心不定,判斷是非的時候恐怕會有所偏頗,不宜重用;而新進的人歷事不深,缺少經驗,很容易在處理朝政時出現偏失,也不宜在開始就賦予他重要的責任;好事之人,喜歡搞活動,不能務實。像這樣的三類人,都是要禁忌的,這是任用人才最應該注意的條件。由此可見,李沆心思縝密,行事慎重,不愧為宰相之才。

在古代,當官的人都要求舉薦良才,往往有一些私下的言語,在朝廷上不便稟陳,就會用密呈來給皇上知道。有一次君臣相對的時候,皇上告訴李沆:「別人都有密呈送給朕,唯獨你沒有,為什麼?」李沆謙虛地說:「臣當著待罪的宰相,有公事就公開向您報告,又何必用密折奏給皇上呢?更何況秘密的奏議,不是想讒言告狀,就是不善的言語。這種事我絕對不會去做的。」

李沆講話簡明扼要,處理國家大事慎重周密,嚴格遵循制度辦事,雖居高位,但他不求名聲,不好名位,不好權力。他也非常尊重朝廷的綱紀,識大體,不徇私情,所以別人沒有辦法來誘惑他,左右他。

李沆內修嚴謹,表裡如一,即便是退朝還家,也非常重視行儀,休息的時候還是正襟危坐,從來不箕踞、跛倚。身為一國宰相,他時時處處都在考慮國家大事,無暇顧及自家的私事。家中廳堂前的花圃欄杆塌了,李沆的夫人要求家人不要去修葺,試試他有什麼反應。結果李沆早晚從那裡經過,一個多月過去了,對此卻隻字不提。夫人忍不住問他究竟看到沒有,李沆卻說:「怎麼能讓瑣事干擾我的心念呢?」李沆的府第很小,廳前只有容納一匹馬旋身的空地。有人勸他買一處寬敞的大院子,這樣纔能和宰相的身份相配。李沆聽後笑著說:「住所是要傳給子孫的,這處房子做宰相府是小了點兒,不過作為太祝、奉禮這樣靠祖輩福蔭封賞的小官宅第,已經夠寬敞了。」他始終居住在老房子裡,沒有另外購買宅第。

宋真宗景德元年七月,李沆在待漏院等待五更上朝時,突然生病,只好返回家中。皇上多次派太醫和侍從前去探望,第二天還親自到李沆家中探望,看到他家裡很清貧,就贈送了五千兩銀兩給他,李沆隨後就還給皇上。隔天,傳來了李沆去世的消息,皇上再度去探望他。痛失這樣一位良臣,皇上非常傷心,禁不住失聲慟哭,並對身邊的人說:「李沆是國家一位難得的大臣,忠良純厚,始終如一,誰料想他竟然沒享高壽。」說完,淚水忍不住又流了下來。

為了緬懷李沆的高尚品行和嚴謹修為,朝廷賜予他「文靖」的謚號。李沆一生剛直不阿,處事正大光明,他待人忠厚,為官清廉,為國家鞠躬盡瘁,美好的德行足以為後人學習傚法。

Jumat, 12 Desember 2014

Zhu Yun Merusak Pagar Pintu



Cerita Budi Pekerti

Zhu Yun Merusak Pagar Pintu

Pada masa Dinasti Han, ada seorang yang bernama Zhu Yun, mulanya dia menetap di Ludi kemudian pindah ke Pingling. Sejak kecil Zhu Yun sudah serupa dengan pendekar, berkelana menjelajahi empat penjuru, jika ada jalanan yang tidak rata atau sulit dilewati, maka dia akan mencabut pedangnya untuk memberi bantuan. Oleh karena postur tubuhnya yang tinggi dan besar, lebih dari delapan kaki panjangnya, tampak gagah dan berani membela kebenaran, maka itu namanya menjadi tersohor pada masa itu.

Pada saat dia berusia 40 tahun, suatu hari, mendadak dia merasa bahwa masa lalunya bagaikan sebuah mimpi, tiada hal bermakna yang telah dilakukannya. Jika terus begini bukankah hidup ini akan terlewatkan sia-sia? Hatinya menjerit, tidak, tidak boleh begini, saya harus memperbaiki nasibku! Dalam usia parubaya masih belum terlambat untuk memulai karir!

Maka itu dia mulai berkelana ke empat penjuru berguru pada para ahli, berharap agar sisa hidupnya dapat dilewati dengan lebih bermakna. Dia menjadi pewaris ilmu dari Tuan Bai Zi-you di bidang “I Ching (Buku Perubahan, salah satu dari klasik Ajaran Konfusius)”, memahami tentang kebenaran dari alam semesta dan seluruh isinya. Lalu juga berguru pada Jenderal Xiao Wang-zhi mempelajari “Lun Yu (Analects dari Konfusius)” memahami tentang mengembangkan moralitas diri dan tata negara.

Dia sangat menghargai kesempatan belajar yang bukan mudah diperoleh, dia sangat serius dalam belajar hingga lupa makan, akhirnya dua bidang ilmu tersebut berhasil dikuasainya. Dua gurunya juga merasa terhibur, memiliki murid yang dapat menjadi pewaris ilmunya.

Setelah belajar bertahun-tahun, moralitas yang dimiliki Zhu Yun telah memperoleh pengakuan, juga memiliki jiwa patriotisme, sungguh merupakan ksatria di hati orang banyak.

Pada masa Kaisar Han Yuan-di bertahta, yakni tahun 48-33 SM, Zhu Yun direkomendasi menjadi menteri, tetapi karena dihalangi oleh pejabat yang berkuasa pada saat itu, sehingga Zhu Yun menemui kegagalan. Namun Zhu Yun juga tidak pernah menaruhnya di hati, dia selalu memegang keyakinan bahwa “Kejayaan atau kemusnahan sebuah negara, rakyat biasa juga turut memikul tanggung jawab”.

Dia juga pernah menceramahkan tentang “I Ching (Buku Perubahan)” di rumah para bangsawan, dengan pengetahuan yang mendalam sehingga membuat orang menjadi takjub; juga karena sudah beberapa kali dia menulis laporan dan mengirimnya ke istana, sehingga mendapat fitnahan, akibatnya dia harus melarikan diri ke empat penjuru. Tetapi semua ini dianggapnya sebagai awan yang mengapung, semangat serta tekadnya telah menjadi daya pikat bagi para pejuang yang satu cita-cita dengannya, meskipun harus menghadapi tantangan berat, namun dapat berada dalam satu kapal yang sama, senantiasa terasa semanis tebu.

Sampai ketika Kaisar Han Cheng-di bertahta, dia hanya dapat menjabat sebagai hakim kabupaten di Huaili, meskipun pangkatnya sangat kecil, namun dia setia, tekun dan mencintai rakyatnya.

Pada saat itu ada seorang pejabat licik bernama Zhang Yu, meskipun kedudukannya tinggi tetapi sangat serakah, juga pintar menyanjung kaisar. Sewaktu masih menjadi pendekar, terhadap penderitaan rakyat, Zhu Yun berani melangkah keluar untuk membela kebenaran, kini melihat Zhang Yu yang menipu rakyat, pejabat licik yang tidak punya rasa takut melakukan kejahatan, sehingga dia membulatkan tekad demi negara menghapus pejabat licik. Maka itu dia menulis laporan kepada istana, berharap agar dapat bertemu langsung dengan kaisar, untuk menyampaikan masalah yang merupakan ancaman besar negara.

Han Cheng-di bersedia menemui pejabat kecil ini, Zhu Yun tampak berwibawa dan tanpa gentar melangkah memasuki aula utama istana. Setelah memberi penghormatan pada kaisar, Zhu Yun menyampaikan : “Hari ini di dalam kekaisaran ada seorang pejabat, selain tidak sanggup mendukung pemerintah, juga tidak mampu memberi manfaat kepada rakyat, meskipun kedudukannya tinggi tetapi niat hatinya hanya menginginkan gaji yang besar. Hamba bersedia menggunakan pedang pusaka paduka untuk memenggal pejabat licik tersebut, untuk memberi motivasi pada pejabat lainnya”.

Kaisar tercengang dan bertanya : “Siapakah orang yang anda maksud?”

Zhu Yun menjawab : “Zhang Yu!”  

Begitu kata ini dilontarkan keluar, seluruh isi istana mengalami guncangan hebat! Para pejabat saling memandang satu sama lainnya, saling mengamati, ada yang berkata dalam hati : “Bagus!”, namun ada yang mengalirkan keringat dingin, ikut mencemaskan nasib Zhu Yun, Kaisar Han Cheng-di menjadi sangat tercengang dan marah besar. Zhang Yu melemparkan senyuman dingin, diam-diam mengamati ketenangan yang dimiliki Zhu Yun.

Han Cheng-di yang sedang dibakar api emosi, berkata : “Pejabat kecil beraninya menfitnah pejabat tinggi, juga menghina guru kaisar, pantas dijatuhi hukuman mati!”. Begitu titah kaisar usai, pengawal segera menangkap Zhu Yun keluar untuk dipenggal.

Begitu mendapati dirinya yang malah sebaliknya ditangkap pengawal, Zhu Yun amat marah, seluruh pejabat memuji kebijakan kaisar, yang padahal sesungguhnya tidak tahu membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Zhu Yun terus didorong pengawal keluar dari aula istana, namun dia memaksakan diri untuk menangkap pagar pintu aula istana dan tidak sudi melepaskannya, sehingga pagar pintu jadi patah. Dia jadi terpikir akan kebenaran dan berteriak : “Saya dapat memiliki kesempatan bertemu paduka, saya sudah sangat puas! Hanya tidak tahu bagaimana masa depan paduka dan kekaisaran kelak?”

Han Cheng-di masih duduk di atas singgasana naganya, amarahnya masih belum reda, perkataan apapun tidak bisa masuk ke telinganya. Pada saat itu di istana ada seorang jenderal yang bernama Xin Qing-ji, dia melihat keberanian dan patriotisme Zhu Yun, jadi begitu terharu. Di melepaskan jubah kebesarannya, mahkota dan stempel jenderalnya, lalu bersujud di lantai, memohon agar kaisar menarik kembali titahnya, dengan terus menerus menyentuhkan kepalanya ke lantai hingga kepalanya mengeluarkan darah.

Tanpa mempedulikan segalanya, dia berteriak : “Paduka, Zhu Yun sifatnya lurus, namanya sudah lama tersohor. Jika yang dia katakan adalah benar adanya maka jangan membunuhnya; sebaliknya jika yang dia katakan memang salah, juga seharusnya memaafkannya. Hamba bersedia mempertaruhkan nyawa untuk menjaminnya, mohon paduka membebaskan dirinya dari hukuman mati. Andaikata hari ini paduka membunuh Zhu Yun, bukankah paduka akan serupa dengan Xia, Jie, Shang, Zhou, yang tercatat dalam sejarah sebagai kaisar yang keji?

Mendengar teriakkan Xin Qing-ji membuat kaisar menjadi terkesima, andaikata dirinya karena emosi sesaat lalu membunuh pejabat setia yang berani berkata apa adanya, bukankah dia juga seperti kaisar Xia, Jie, Shang, Zhou, yang tercatat dalam sejarah sebagai kaisar yang lalim? Untunglah satu teriakkan ini telah menyadarkannya!  Han Cheng-di mengalihkan amarahnya menjadi sukacita, segera menitahkan agar Zhu Yun dibebaskan.

Kemudian para pengawal bersiap-siap untuk memperbaiki pagar pintu aula istana yang sempat dipatahkan oleh Zhu Yun saat di dorong keluar hendak dieksekusi, tetapi Kaisar Han Cheng-di malah menghentikan tindakan mereka. Dia sengaja tidak ingin merenovasi pagar yang rusak itu, supaya setiap melihat pagar yang rusak itu mengingatkan dirinya agar jangan terlena oleh sanjungan pejabat licik, bersamaan itu pula untuk memotivasi pejabat setia yang berani bersuara membela kebenaran seperti Zhu Yun.

Zhu Yun hanyalah seorang hakim kabupaten, namun dia amat setia, mengkhawatirkan negara dan rakyat, melihat pada saat itu ada pejabat licik seperti Zhang Yu yang akan membahayakan negara, maka itu tanpa mempedulikan keselamatan nyawanya, memohon meminjam pedang pusaka kaisar untuk melenyapkan bahaya demi rakyat banyak.

Kaisar Han Cheng-di yang dapat menerima nasehat dari sang jenderal, karena dirinya tidak ingin tercatat dalam sejarah sebagai kaisar yang zalim, maka itu kemudian dia membebaskan Zhu Yun, bahkan tidak sudi merenovasi pagar aula istana yang rusak, untuk memperingati seorang pejabat yang setia, ini sungguh sulit diperoleh. Di dalam “Di Zi Gui” tercantum bahwa “Bila dapat memperbaiki diri tak mengulangi lagi maka kesalahan akan berangsur lenyap”, dari pemimpin negara hingga kalangan rakyat biasa juga serupa.

Setelah kejadian ini berlalu, Zhu Yun memutuskan mengundurkan diri dari jabatannya. Maka itu dia pamit dengan seluruh penduduk dusun, kini setiap hari dia turun ke sawah bercocok tanam, bila memiliki waktu luang, dia akan mendidik murid-murid, menjalani kehidupan yang bebas tanpa kerisauan.

Setiap kali masyarakat yang hendak turun ke sawah akan melihat dari kejauhan, seorang sosok berambut putih yang sudah lanjut usia, mengajari murid-muridnya di tengah area persawahan, masyarakat mengenalinya sebagai insan yang tersohor yakni Zhu Yun. Dan sepanjang hidupnya dia telah meninggalkan jejak pembela kebenaran dan semangat seorang patriot, yang telah mengharumkan namanya sepanjang masa, menjadi pujian bagi generasi penerus!





朱雲折檻

漢朝時候,有一個人姓朱名雲,字游,原來居住在魯地,後來移居到平陵。

朱雲人如其名,年少的時候就像俠客一樣,雲游四方,經常有路見不平、拔刀相助之舉。由於他身材高大,有八尺多長,非常雄壯魁梧,且好勇善斗,因此以武力著名於當時。

當他瀟灑地走過四十個春秋之際,一天,突然心血來潮,攬鏡自照,纔發現臉上刻滿了風霜,猛然感到過去的日子就像一場夢,渾渾噩噩,碌碌無為。如果再這樣下去,一生不就空過了嗎?他內心吶喊著:不行,不行,我一定要改造命運!並喃喃地說道:「朝聞道,夕死可矣!」人生重新開始,應該不算太遲吧!

於是,他洗心易行,四處訪求明師,期望能在後半生做有修有學的明白人。他師承白子友先生學習《易經》,通曉宇宙萬物的自然道理。又追隨蕭望之將軍學習《論語》,明瞭修身治國的道德精髓。他非常珍惜這得之不易的學習機會,發憤圖強、廢寢忘食,後來他兩種學問都學得頗有成就。兩位老師都感到欣慰,有這樣能傳承道業的學生。經過幾年的熏習,朱雲的德行已為時人所稱頌,又兼有義薄雲天的俠義之氣,更是人們心中真正的高士。

漢元帝時候,朱雲被推薦為御史大夫,卻因權臣的阻撓未能就位。朱雲從未把職位放在心上,他堅守的信念是「國家興亡,匹夫有責」。他曾在權貴之家談論《易經》,以深厚的學識令眾人嘆服;又因屢次上書直陳時弊,受到迫害,而四處奔走。但這一切對他猶如浮雲,他的氣宇和志節吸引了與他有相同抱負的義士,即使身處逆境,亦能同舟共濟,甘之如飴。

到了漢成帝時候,他仍然只在槐裡這個地方當縣令,雖然官職很小,但他素來嫉惡如仇,忠心耿耿,勤政愛民,深受百姓愛戴與贊許。

當時,朝廷有一個奸臣張禹,身居高位,但貪得無厭,又善於諂媚。朱雲做俠士的時候,對於一般平民的疾苦,尚且仗義執言,現在見到張禹這樣欺上瞞下、為非作歹的佞臣,更燃起一股為國除害的決心。於是他鄭重地上書朝廷,希望能面見皇上,陳述社稷安危的重大事情。

漢成帝頗感意外,但也接見了這個地方小官,朝廷重臣位列兩旁。朱雲氣度優雅、從容不迫地走進殿堂。他慷慨激昂地對漢成帝說:「今天朝廷內有一位大臣,上不能輔佐主上,下不能利益民眾,身居高位,心心念念只想著多拿俸祿,孔子曾說:鄙夫不可與事君。微臣願借陛下的尚方寶劍,將此佞臣斬首示眾,以激勵其他的官員。」

成帝驚訝地問:「此人到底是誰?」

朱雲斬釘截鐵地說:「安昌侯張禹!」

此語一出,滿廷皆驚!眾位大臣面面相覷,有人暗中叫好,有人替朱雲捏了一把冷汗,漢成帝更是異常震驚,憤怒無比。張禹則是露出冷笑,直視朱雲的動靜。

漢成帝龍顏大怒,喝道:「位卑小臣居然毀謗上官,辱罵帝師,罪死不赦!」即命左右把他推出去斬了。御史奉命強推朱雲下殿,朱雲非常激憤,眾人交口稱贊的英明皇上,卻原來是非不分。他奮力向前,但被強行推到了金鑾殿外,他死死抓住御殿欄檻不放,把殿外的欄檻都折斷了。他大義凜然地高呼道:「我能跟關龍逢、比乾在地下相見,我很滿足了!只是不知道陛下和朝廷的前途會如何?」

漢成帝側身跌坐在龍椅上,依舊怒火滿胸,什麼話也聽不進去。這時,朝廷上有一位武將,左將軍辛慶忌,見到朱雲如此英烈,深為感動。他卸下自己的衣袍、冠冕還有授印,在地上連連叩頭,懇求皇上收回成命,只見他叩頭的地上留下了一片殷紅的血跡。他不顧一切地大聲說道:「皇上,朱雲性情狂直,早已天下聞名。他如果說得對,不能殺他;說得不對,也應該寬恕他。臣願以死相保,請求陛下免他一死。假如您今天把朱縣令殺了,您不就是成為暴君了嗎,不就同桀、紂一樣了嗎?」

辛慶忌的這一聲怒喊,震醒了漢成帝,假如自己因為一時之怒而殺害了敢於直諫的忠臣,那豈不是要與夏桀商紂為伍,而成為惡名昭著的無道昏君嗎?虧得這一聲提醒!漢成帝轉怒為喜,連忙命左右將朱雲放了。

後來,隨從準備修復被朱雲折斷的門檻,卻被漢成帝制止。因為這個被攀摺斷的門檻,可以時時提醒自己不要受奸佞之臣的迷惑,同時也嘉勉像朱雲這樣忠直的諫臣。

朱雲是一個地方縣令,人微言輕,但他忠心耿耿,懮國懮民,看到當世竟然有張禹這樣禍國殃民的佞臣,激發了他義薄雲天的豪氣,因而置生死於不顧,要求借尚方寶劍為民除害。他視死如歸,內心無比敬佩關龍逢、比乾這樣敢於死諫的忠臣,希望自己也能與他們一樣,正義凜然,浩氣長存。

漢成帝能在大臣的勸諫之下幡然醒悟,不願成為像夏桀、商紂王那樣的暴君,所以他非但不治朱雲之罪,而且連被折斷的欄檻也不再修復,以表彰這位忠直的大臣,這是很難能可貴的。《弟子規》講到「過能改,歸於無」,下至普通平民,上至帝王將相,無不如此。

朱雲經過這事之後,心生退隱之意。於是他告老還鄉,每天乘著牛車到田裡工作,空閑之時就教起了學生,生活悠然自得。人們經常看到一位鶴髮童顏的老者,教學於田野之中,那就是遠近聞名的朱雲。而他一生的忠貞事跡與俠義精神,更是流芳千古,為後人所贊頌!



Kamis, 11 Desember 2014

Zhao Fu Menggugah Si Jago Merah



Cerita Budi Pekerti

Zhao Fu Menggugah Si Jago Merah

Pada masa Dinasti Yuan (Dinasti Mongol), ada seorang menantu yang sangat berbakti yang bermarga Zhao (untuk selanjutnya disebut Zhao Fu), merupakan penduduk Yingcheng, Hubei. Dia orangnya setia dan jujur, juga rajin bekerja dan hidup bersahaja, meladeni seniornya dengan sepenuh hati, merupakan seorang menantu yang sulit ditemukan.

Hanya saja keluarga Zhao Fu sangat miskin, suaminya juga meninggal dunia pada usia muda, hanya meninggalkan dirinya seorang diri, selain harus menghidupi mertua perempuannya, dia masih harus mengasuh anak-anaknya, kehidupan begitu susah. Maka itu dia pergi bekerja pada orang lain dan memperoleh sedikit uang untuk menghidupi mertua dan anak-anaknya.

Dia yang memiliki moralitas yang tebal, demi agar mertuanya dapat makan dan hidup dengan layak, maka itu dia bekerja dengan banting tulang, maka itu majikannya juga jadi gembira. Melihatnya begitu rajin bekerja, sehingga bila ada yang perlu dikerjakan, maka mereka juga suka menggajinya.

Meskipun demikian, pekerjaan kasar yang dilakukannya sangat menderita, lagipula penghasilan yang diperoleh juga kecil, tetapi demi agar mertuanya dapat hidup lebih baik, maka itu dia jadi tak berdaya.  

Setiap kali dia bekerja di luar dan majikannya memberinya makanan yang enak, dia merasa amat berterimakasih, lalu membungkusnya dan tidak rela memakannya, setelah pekerjaannya selesai dia akan membawa makanan itu pulang dan diberikan kepada mertuanya.

Jika bertemu dengan hari perayaan, ada tetangga yang memberinya sedikit makanan, meskipun hanya sepotong kue sekalipun atau hanya beberapa butir bakpao, maka Zhao Fu juga takkan rela mencicipinya, namun menyimpannya dengan hati-hati, lalu dibawa pulang buat mertuanya.

Ketika dia membawa makanan tersebut hingga ke hadapan mertuanya, maka saat sang mertua mencicipi makanan tersebut, pasti akan berkata : “Kamu juga makan sedikit!”. Tetapi Zhao Fu selalu menolaknya dengan alasan tadi di tempat kerja dia sudah pernah memakannya, atau beralasan dia tidak suka memakannya.

Jika mertuanya ingin membaginya kepada anak-anak, maka Zhao Fu akan beralasan anak-anaknya juga sudah memakannya, pokoknya dia tidak rela membagi keluar jatah makanan yang diperuntukkan buat mertuanya, dia selalu membiarkan mertuanya dapat menikmati makanan tersebut dengan tenang. Sementara dirinya sendiri meskipun sudah kelelahan dan kelaparan, hanya makan sedikit nasi dan sayur bersahaja untuk mengenyangkan perut.

Kemudian mertuanya juga semakin menua, tubuhnya semakin lemah, melihat mertua yang berusia lanjut dan menderita beragam penyakit, di dalam hati Zhao Fu berpikir, bagaimana bila sesuatu terjadi pada mertuanya, sementara di rumah tidak ada uang buat membeli peti mati buat mertuanya.

Jika tidak memiliki peti mati, tentunya mertua akan khawatir kelak bagaimana jasadnya dimakamkan, tetapi makan saja sudah bermasalah, bagaimana mungkin mampu membeli peti mati?

Menghadapi situasi yang begitu sulit, Zhao Fu tidak berhasil memikirkan jalan keluar, akhirnya dia hanya menahan kepedihan hati untuk tega menjual anak keduanya, lalu uangnya digunakan untuk membeli peti mati buat mertuanya.

Apakah anak itu bukan merupakan darah daging ibunda? Zhao Fu menjual anak, hatinya amat bersedih, namun demi agar mertuanya tidak khawatir, dia tidak menunjukkan ketidakrelaannya, setelah dia membeli peti mati buat mertuanya, lalu diletakkan di rumahnya.

Suatu hari rumah tetangganya karena tidak hati-hati mengalami kebakaran, saat itu kebetulan angin bertiup kencang, sehingga kobaran api semakin lama semakin ganas, mengikuti tiupan arah angin, si jago merah mulai menuju ke arah rumah Zhao Fu, melihat kedatangan si jago merah, Zhao Fu sibuk memapah mertuanya keluar dari rumah.

Setelah mengatur mertuanya dengan baik, Zhao Fu cepat-cepat menerjang masuk ke dalam rumah, hendak mempergunakan kesempatan sebelum api melahap rumahnya, memindahkan peti mati keluar rumah. Tetapi, peti mati tersebut sangat berat, Zhao Fu telah mengerahkan segenap kekuatannya, namun juga tidak berdaya memindahkan peti mati tersebut.

Melihat kobaran api yang semakin garang, dalam waktu singkat akan menghanguskan rumahnya, saat ini hati Zhao Fu begitu cemas, namun juga tak berdaya, maka itu dia menangis sekeras-kerasnya sambil berteriak : “Kasihanilah saya yang telah menjual anak demi membeli sebuah peti mati, semoga ada orang yang berbaik hati menolongku memindahkan peti mati ini keluar rumah….”.

Ucapan Zhao Fu masih belum selesai, tiba-tiba hembusan angin berubah arah, api juga mengikuti arah angin berkobar ke arah lain, dalam sekejab rumah Zhao Fu selamat dari amukan si jago merah, bukan hanya peti mati berhasil diselamatkan, bahkan seluruh keluarga juga selamat dari marabahaya. Melihat Keluarga Zhao berhasil lolos dari maut, membuat orang-orang di sekeliling berdecak kagum!

Jika terpikir Zhao Fu yang masih begitu muda sudah harus menjanda, kondisi keluarganya juga sangat miskin, dia menjadi pekerja kasar demi menghidupi mertuanya, ini sudah merupakan hal yang telah mengamalkan ajaran. Dan setiap kali dia mendapat makanan yang lezat, pasti dibawanya pulang buat mertuanya, bahkan dia rela menjual anaknya demi membeli peti mati buat mertuanya, hingga saat kobaran api akan menjalar ke rumahnya, hanya dengan satu perkataannya, arah angin segera berubah, ini merupakan ketulusannya sehingga mengundang mukjizat, dengan demikian Keluarga Zhao berhasil lolos dari marabahaya. .

Ketulusan hati bakti Zhao Fu telah menggugah langit dan bumi, juga membuat generasi penerus salut padanya, ketika seseorang dapat membangkitkan hati bakti yang penuh ketulusan, masih adakah yang tidak mampu tersentuh olehnya?  





趙婦感火

元朝的時候,有一位姓趙的孝順媳婦,是應城地方人。她為人忠厚老實,又很勤勞樸實,奉侍長輩盡心周到,是一位難得的好媳婦。

只是,趙婦的家裡十分窮苦,她的丈夫又很早過世,只留下她一個人,上要奉養婆婆,下要撫育孩子,生活很是拮据。為了能更好地奉養婆婆,趙婦便去給別人家做工,用幫工賺來的錢,來養活婆婆和孩子們。

生性厚道的她,為婆婆能夠吃飽穿暖,做工時很是賣力,也因此深得主人家的喜歡。大家看到她做事踏實肯幹,有什麼需要幫忙的,也很願意僱她來。雖然,幫工很辛苦,而且賺來的錢也不多,但趙婦都盡力讓婆婆能吃得好一點,只是家境實在是太貧苦了,想要給婆婆吃好一些的飯菜,卻也是無能為力。

由此,每當趙婦出去做工,主人家有給她一點好吃的東西時,她都非常感恩,總是恭謹地將食物接過來,自己並不捨得吃,而是小心翼翼地包好、放妥,到幫工完後,再帶回家給婆婆吃。

除此,若是遇上什麼節日,有人送給她一些食物,又或是遇上哪位鄰居,給她一點好吃的東西時,哪怕只是一小塊糕點、幾個包子、喜餅,趙婦都不捨得吃上一點,都是將它們細心收好,帶回家奉養給婆婆。

等趙婦將這些食物送到婆婆面前,給婆婆吃時,婆婆也總要說:「你也吃一點吧。」趙婦便會跟婆婆說自己做工時吃過了,又或說自己不愛吃。婆婆若要分一點給孩子吃,趙婦又說孩子已經吃了,或是預先將孩子們支開,總是不忍心從那一點食物中再分出來些,希望婆婆能安心享用。而她自己雖然又累又餓,也僅是吃一點粗劣的飯菜來填飽一下肚子。

後來,婆婆的年紀大了,身體越來越衰弱,看著年老又多病的婆婆,趙婦心想,萬一婆婆有個三長兩短,家裡根本沒有錢去給婆婆辦置棺木。婆婆沒有棺木,一定會擔心自己死後要怎麼下葬,可是家裡連吃飽都成問題,又何來錢去買棺木呢?

面對這窘困的境地,趙婦根本想不出什麼辦法,最後,只得忍痛將第二個孩子賣掉,用這錢來為婆婆購置棺木。

哪個孩子不是娘的心頭肉呢?趙婦賣掉了孩子,內心也很是難過,但為不讓婆婆擔心,並沒有表現出不捨的樣子來,等為婆婆購置好棺木後,便將棺木擺放在家中。

有一天,南鄰突然不小心著了火,這時,又遇到風很大,火越燒越旺,越燒越猛,順著風勢,撲向趙婦的家,趙婦見到火勢猛烈,連忙攙扶著婆婆逃了出來。

將婆婆安頓好,趙婦又趕快沖進屋裡,想要乘著大火燒來前,把棺木移出去。可是,棺木實在是太重了,趙婦使盡了全身的力氣,也沒有辦法移動它。眼看著火勢越來越猛,馬上就要燒到趙家了,此時,趙婦心急如焚,卻又無可奈何,不由得放聲大哭起來,哭喊著說:「可憐我賣去了兒子,纔買來這口棺木啊,哪一位好心的人來幫我抬出去啊……」

趙婦這話還沒說完,天上的風忽然轉了風向,火也轉向其它地方了,趙家竟然因此避免了,不僅棺木得以保存,趙家也安然無恙。看到趙家遇難呈祥,不禁令人嘖嘖稱奇!

想這位孝順的趙婦很早就守了寡,家裡又很貧困,她去為人幫工來奉養婆婆,已是很值得稱道了。而每每得到好吃的食物,她一定要拿回家來給婆婆吃,甚至後來賣掉孩子,為婆婆購置棺木,這一片苦心是如何地真摯啊!到猛火來時,她一句話還沒說完,大風就轉了方向,這真是她的至誠感通,使趙家避免了火災。

趙婦這至誠的孝心,感天動地,也讓後人,生起無比敬仰之心。當人能生起這顆至誠至孝之心,還有什麼不能感動呢?