Cerita Budi
Pekerti
Kemuliaan Seorang
Wanita
Pada masa Dinasti Tang terdapat seorang gadis
yang bermarga Lu, sejak kecil telah mendapat pendidikan budi pekerti. Saat dia
berusia tujuh tahun, sudah mampu memahami makna dari Shijing (salah satu dari
lima klasik Konfusianisme). Setelah dewasa dia menikah dengan pria yang bernama
Liu Zhen.
Sejak menikah ke dalam Keluarga Liu, di satu
sisi dia sangat berbakti pada mertua laki-laki dan mertua perempuannya,
mencurahkan segenap perhatian pada mereka. Di sisi lainnya, dia memperlakukan
seluruh sanak keluarga dan kerabat Keluarga Liu dengan tulus, mengerahkan
segenap kemampuan, sehingga hidup berdampingan dengan harmonis. Dari ucapan dan
tindakannya, tiada yang tidak mencerminkan ajaran para insan suci dan bijak
terdahulu, keindahan etika moral yang sepatutnya dimiliki seorang wanita. Tidak
lama kemudian, bakti dan kebajikannya tersebar dari para tetangganya meluas
hingga seluruh pelosok dusun dan seluruh pelosok negeri.
Kemudian, Liu Zhen diangkat menjadi pejabat di
istana kekaisaran. Jarak dari rumah hunian Keluarga Liu dan istana ada sekitar
lebih dari seribu li jauhnya. Sang istri demi agar suaminya dapat bekerja
dengan tenang di istana, maka dia memutuskan untuk tetap berada di rumah
menjaga dan meladeni kehidupan seluruh anggota Keluarga Liu.
Menghadapi keluarga yang besar ini, hati istri Liu
Zhen adalah senantiasa memikirkan kebutuhan setiap anggota Keluarga Liu. Maka
itu setiap bertindak dia selalu mengutamakan ketulusan dan mawas diri; memperlakukan
orang lain dengan rendah hati dan penuh hormat. Terhadap para senior, dia akan
berlaku dengan penuh hormat, senantiasa menempatkan diri sendiri pada tingkatan
yang paling bawah; terhadap mereka yang lebih muda usianya, dia akan
menyayangi, seperti kasih seorang bunda kepada anak-anak kandungnya; terhadap
mereka yang setingkat atau seusia dengan dirinya, dia akan mencurahkan
perhatian pada mereka. Pengabdian istri Liu Zhen yang begitu tulusnya kepada
Keluarga Liu, bukan hanya telah menjaga mereka dengan baik, bahkan telah
membawa pada sebuah keluarga besar sebuah keharmonisan dan kehangatan.
Tanpa diduga tiba-tiba terjadi bencana
kelaparan, juga terjadi “Pemberontakan An-Shi (755-763M)”.
Keluarga besar Liu terpaksa mengikuti para pengungsi lainnya melarikan diri
meninggalkan kampung halaman, akhirnya sampai di wilayah Wu, dalam sekejab kehidupan
mereka jadi begitu susah, kekurangan sandang dan pangan. Demi menjaga setiap
anggota keluarga agar dapat hidup dengan layak, seringkali istri Liu Zhen diam-diam
harus menahan lapar, menyisakan makanan buat anggota keluarga lainnya. Setiap
ada anggota keluarga yang ingin berpisah dan pergi, maka dia akan berusaha
menyediakan uang untuk bekal mereka selama di perjalanan.
Dapat dilihat meskipun berada dalam kesusahan,
namun istri Liu Zhen takkan karena kondisi yang susah maka melepaskan diri dan
tidak sudi menjaga Keluarga Liu lagi, malah mencurahkan perhatian yang lebih besar
terhadap kebutuhan seluruh anggota keluarga.
Liu Zhen memiliki satu putra dan dua putri.
Putranya bernama Liu Zong-yuan (Pujangga Dinasti Tang, 773-819M), saat Liu Zong-yuan berusia
empat tahun, dikarenakan di rumah tidak ada buku, maka istri Liu Zhen sendiri
yang mengajarinya puisi klasik, lalu menyuruhnya untuk menghafal. Terhadap
kedua putrinya mengajari mereka Shi Li (salah satu dari lima klasik Konfusius),
melukis, sejarah dan ketrampilan lain yang wajib dipelajari oleh seorang
perempuan di masa itu.
Setelah Liu Zong-yuan tumbuh dewasa, menjadi seorang cendekiawan dan penulis
yang terkenal sepanjang sejarah. Sedangkan kedua orang putrinya setelah dewasa
juga menjadi anak yang berbakti dan berbudi luhur. Semua orang berkata, ini
karena mereka mendapat pengaruh yang mendalam dari keluhuran budi dan kemuliaan
serta ajaran dari ibundanya.
Pepatah mengatakan : Keluarga yang harmonis segalanya jadi berjaya.
Istri Liu Zhen dapat mengerahkan segenap kemampuan untuk menunaikan
kewajibannya, menjaga seluruh anggota keluarga, saat bertemu musibah dapat
mendahulukan kepentingan bersama dan tidak memikirkan kepentingan diri sendiri
sama sekali, bahkan dapat mewakili suaminya mengajari putra putrinya, akhirnya
dapat mewujudkan seperti yang tertera dalam “Yi Jing (Buku Perubahan, salah
satu dari 13 klasik Konfusius)”, yakni “Keluarga yang menimbun kebajikan, pasti
memiliki berkah di kemudian hari”. Dan kebajikan serta kemuliaan istri Liu Zhen
telah menjadi teladan bagi kaum wanita di seluruh dunia.
柳盧睦族
唐朝時候,有一個姓盧的女子,從小就深受聖賢教誨的影響。在她七歲的時候,已經能懂得《詩經》的經義。
長大以後,她嫁給了一個名叫柳鎮的人,人稱「柳盧氏」。
自從嫁到柳家,一方面,她服侍公公和婆婆非常的孝順,可謂體貼入微。另一方面,她對待柳家的所有親戚和宗族們也是以誠相待,盡心盡力,相處得十分和睦。從她的言語行為之中,無不體現出聖賢思想影響之下,一個女性應有的美德。不久,她的孝順和仁義,就在鄰里鄉黨之間,遠近聞名,有口皆碑。
後來,柳鎮被調到了朝廷裡去做御史的官。柳家的親戚和宗族們居住的地方,距離他們也有一千里以上的路程。盧氏為了使丈夫能夠在朝廷裡安心地做事,自己能更好地關照親戚和宗族們的生活,就作了一切準備,將柳家的所有親屬,包括侄子和外甥等,統統迎接過來,共同居住。
面對人口眾多的這個大家庭,盧氏的心中時時想著的是每一個人的需要。因此,她做起事來,誠敬而又謹慎;待人上更是謙恭得體。對待尊長,她就萬分恭敬,處處把自己放在最卑微的位置上;對待年幼或晚輩者,她就百般慈愛,象親生父母一樣愛護他們;對待和自己平輩的,她就視為手足,關愛備至。
盧氏對族親們的真誠付出,不僅把所有人都照顧得無微不至,滿心歡喜,也使得這一個大家庭充滿了和諧與溫馨。
不料時逢荒年,又發生了「安史之亂」。柳家這一大家子人,隨著逃亡的人群到了吳地,生活一下子變得十分艱難,經常衣食不足。
為了照顧好家庭中的每個人,盧氏常常自己忍飢挨餓,把食物留給親屬們的孩子吃。每當有親屬要離開的時候,她就連夜為他們準備餞行的盤纏。
可見,在困難面前,盧氏並沒有因為艱困的環境和物資條件的改變,而放棄對柳家親戚和宗族們的照顧,反而更加用心感受這一大家人的需要。
盧氏曾生有一個兒子和兩個女兒。他兒子的名字叫柳宗元。在柳宗元四歲的時候,由於家裡沒有書,盧氏就親自教授他古詩賦十四首,讓他背誦。對待兩個女兒,就教授他們詩禮、繪畫、歷史和女子應該學習的各種技能。
柳宗元長大以後,成為歷史上家喻戶曉的著名思想家和文學家,被列為「唐宋八大家」之一。盧氏的兩個女兒長大以後也都成為了賢德孝順之人。人們都說,這是由於他們深受母親美好品行的熏陶和教誨。
俗話說:家和萬事興。盧氏能夠盡守本分,照顧族親,遇事能以大局為重,毫不為己,並且相夫教子,其結果充分驗證了《易經》中所說的「積善之家,必有餘慶」。而盧氏的仁愛存心與賢德行為,也成為普天之下所有女性值得傚彷的楷模。