Cerita Budi
Pekerti
Tian Zhen Dan
Pohon Zi Jing
Bagian 2
Kisah Tian Zhen dan Pohon
Zi Jing, membuat kita jadi teringat pada Lin He-jing dalam kisahnya “Bunga
Plum sebagai istri dan bangau sebagai anak”. Lin He-jing adalah seorang ksatria tersembunyi (orang
terpelajar dan berbakat yang menyepikan diri di tempat sunyi) pada masa Dinasti
Song, nama aslinya adalah Lin Bu, nama kehormatan (nama yang diberikan kepada
seorang pria yang telah genap berusia 20 tahun) nya adalah Jun Fu, merupakan
penduduk Hangzhou. Saat usianya masih kecil, ayahnya telah meninggal dunia,
keluarganya sangat miskin, makan pun kesusahan. Namun situasi ini tidak membuat
Lin He-jing jadi serakah akan materi, sama sekali tidak menaruhnya di hati.
Sejak kecil dia telah
tekun mempelajari ajaran para insan suci dan bijak, sehingga merasa hambar pada
ketenaran dan keuntungan, terutama lebih tidak menyukai kedudukan dan
kekuasaan. Kemudian dia menyepikan diri di gunung terpencil di Danau Barat di
Hangzhou, selama 20 tahun tidak pernah turun ke kota.
Lin He-jing yang terlena
akan panorama air pegunungan, menjauhi segala jasa, ketenaran dan keuntungan,
menfokuskan diri untuk menyelami kebenaran ajaran para suciwan.
Sepanjang hidupnya Lin He-jing tidak mempunyai
istri dan anak, di halaman gubuk penyepiannya ditanami banyak Bunga Plum dan
memelihara burung bangau. Berada di tengah panorama jernihnya air dan hijaunya
pegunungan, keharuman Pohon Pinus, indahnya Bunga Plum dan Anggrek yang sedang
bermekaran, berapa banyak puisi dan lukisan yang telah dihasilkannya. Sepanjang
hidup Lin He-jing bersahabat dengan panorama indah ini, maka itu orang-orang
menyebutnya sebagai “Bunga Plum sebagai istri dan bangau sebagai anak”
Kemudian setelah Lin He-jing
meninggal dunia, Pohon Plum yang ditanaminya juga ikut menjadi layu dan mati,
Burung Bangau peliharaannya juga karena terlalu bersedih dan akhirnya mati.
Maka itu
dapat diketahui bahwa ketulusan hati tiada yang tidak menggugah sanubari setiap
insani, mengharukan semua benda di sekitarnya. Meskipun sebatang ranting dan
sehelai daun, juga akan ikut tersentuh. Sama halnya pula hawa jahat seseorang
juga dapat mempengaruhi semua yang ada di sekitarnya, tumbuh-tumbuhan akan
melayu dan manusia akan menghindar ketakutan. Maka itu terhadap niat pikiran
yang timbul, baik ucapan maupun tindakan, apakah kita boleh tidak bermawas
diri?
Kehidupan
manusia penuh penderitaan dan begitu singkat, hanya berkisar beberapa puluh
tahun saja, sesama saudara yang bagaikan dahan dan ranting pohon yang berasal
dari akar yang sama, benar-benar seperti kata pepatah “sekali berjumpa sekali
menua”. Pikir-pikir berapa lagi sisa waktu kita, dapat menghargai saat-saat
untuk berada bersama? Jangan sampai sesal kemudian sudah terlambat, karena itu
hargailah jalinan persaudaraan.
田真嘆荊
(二)
田真嘆荊的故事,不禁使我們想起了「梅妻鶴子」的林和靖。林和靖是宋朝時代的一位隱士,原名林逋,字君復,杭州錢塘人。他在幼年時期,父親就去世了,家裡一貧如洗,三餐不繼。然而,林和靖頗不以為意,對物質上的貧乏,全然不放在心裡。
他自幼勤奮刻苦,致力於聖賢之學,淡泊名利,尤其不喜歡趨炎附勢。後來歸隱到了杭州,在西湖的孤山結廬而居,二十年來都未曾到過城鎮市集。陶醉於山水之間的林和靖,厭棄世間的功名利祿,潛心體悟聖哲的道理。臨終前,他留下了這樣一句發人深省的詩:「茂陵他日求遺稿,猶喜曾無封禪書。」感懷言志,餘韻不盡。
林和靖一生都沒有娶妻生子,他在草廬的庭院中,種植了許多梅花,還養了一群氣質高貴的仙鶴。徜徉在青山綠水、松鶴梅蘭之間,多少詩情畫意在其中。林和靖盡其一生,都與它們相隨相伴,人稱「妻梅鶴子」。
然而林和靖過世之後,他所種植的這些梅樹,都相繼枯萎而死,所有的仙鶴,也都一隻只悲鳴不已,哀號欲絕。沒過多久,全都相繼隨林和靖而去。
由此可知,真誠之心,無不感人心懷,化及萬物。縱使是一枝一葉、一草一木,也能受到感動。同樣,惡貫滿盈、窮凶極惡之人,在舉手投足之間,所散發出來的肅殺之氣,也會影響周遭的一切,讓花木為之枯萎凋零,令人們為之畏怯恐懼。因而,起心動念,一言一行,我們怎能不戒懼謹慎呢?
人生苦短,數十寒暑間,這些同體連枝的兄弟姐妹,真的是「一回相見一回老」。想想我們還有多少時日,能夠珍惜同聚同處的時光?千萬不要等到追悔莫及之時,纔徒自悲切,那不是為時已晚了嗎?骨肉之情、手足之愛,當要切切珍惜啊。